Sabtu, 05 Maret 2016

CATATAN PENDAKIAN GUNUNG GEDE PANGRANGO

 Part. 1

Petualangan, Penyelamatan, Bertahan Hidup, Mistis

BASED ON TRUE STORY

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
Gunung Gede Pangrango terletak di wilayah Kabupaten Cianjur, Bogor dan Sukabumi Provinsi Jawa Barat, ke-2 Gunung ini berada dalam wilayah Konservasi TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango), dengan Gn. Pangrango-nya yang merupakan Gunung tertinggi ke-2 di Jawa Barat yaitu 3.019 Mdpl. setelah Gn. Ceremai 3.084 Mdpl. Di Indonesia Gn. Gede Pangrango menjadi gunung paling ramai dan  difavoritkan oleh para pendaki, mungkin karena letaknya yang paling mudah diakses, terutama dari Jakarta. Itu pun yang menjadi alasan kami menjadikan Gn. Gede Pangrango sebagai tunjuan pendakian kali ini, karena jaraknya yang cukup dekat dari Purwakarta, hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 3 jam perjalanan.

Tidak seperti gunung-gunung lain, untuk mendaki Gn. Gede Pangrango kita akan dihadapkan dengan proses perizinan yang lumayan rumit. Pertama kita harus melakukan Booking Online jauh-jauh hari sebelum hari H Pendakian yang telah kita tetapkan, kemudian transfer uang pendaftaran ke rekening Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), kemudian kita akan divalidasi, setelah divalidasi beberapa hari sebelum hari H kita harus datang langsung ke kantor TNGGP untuk pengurusan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dengan menyertaka fotokopi identitas dan melunasi biaya administrasi (bila pada saat transfer belum dilunasi semua), selanjutnya setelah mendapatkan SIMAKSI barulah kita dapat melakukan pendakian pada hari yang telah ditentukan.

Balai Besar TNGGP (Tempat mengurus SIMAKSI)
Ada 3 pintu masuk pendakian resmi yang telah ditentukan, yaitu Cibodas 1.425 Mdpl. dan Gunung Putri 1.450 Mdpl. di Cianjur dan Selabintana 960 Mdpl. di Sukabumi. Pintu masuk Gunung Putri menjadi yang paling difavoritkan oleh para pendaki karena jarak tempuh pendakian yang lebih dekat tetapi relatif lebih curam. Untuk akses kendaraan umum menuju pintu masuk pendakian cukup banyak, ataupun apabila kita membawa kendaraan pribadi kita dapat menitipkannya di tempat parkir yang tersedia di pintu masuk pendakian. Seperti kami yang saat itu membawa kendaraan pribadi kami titipkan di tempat parkir kendaraan kawasan Cibodas.

Setelah melewati pembahasan bersama kawan-kawan Gemapala, maka ditentukan waktu pendakian yaitu hari Sabtu dan Minggu tanggal 25 – 26 Oktober 2014, sementara untuk keberangkatan ditentukan satu hari sebelumnya yaitu hari Jumat tanggal 24 Oktober 2014 supaya kita dapat beristirahat dulu 1 malam di Cibodas, karena kita menentukan Cibodas sebagai pintu masuk pendakian dan Gunung Putri sebagai pintu keluar.

Jumat, 24 Oktober 2014
Pukul 15.30 WIB., hari yang ditunggu telah tiba. Satu persatu personil yang akan turut serta dalam pendakian tiba di rumah saya yang dijadikan sebagai tempat kumpul. Jumlah personil yang akan ikut berjumlah 11 orang, 9 laki-laki : Dilah (Saya), Heru, Jaed, Ocoy, Erlan, Usman, Iwan, Andi, Abuy. dan 2 perempuan : Yuli, Dede. Heru, Jaed, Ocoy, Usman, Erlan, abuy, Andi dan Dede telah berkumpul, sementara Iwan dan Yuli akan disusul nanti dalam perjalanan.

Dari kiri ke kanan. Berdiri : Usman, Andy, Dilah, Dede, Heru, Yuli, Abuy
Dari kiri ke kanan. Jongok : Jaed, Ocoy, Erlan
Iwan
Pukul 17.00 WIB., diawali dengan do’a kami berangkat, sebagian menggunakan mobil dengan tas Carrier kami masukan kedalam mobil, sebagian lagi menggunakan motor berboncengan, cuaca cukup cerah, perjalanan berlangsung santai dan menyenangkan.

Pukul 20.00 WIB., sampai di Cibodas, setelah mengamankan kendaraan kami menuju ke salah satu warung yang sering dijadikan oleh para pendaki untuk tempat beristirahat, mengisi perut, maupun menginap. Kami beristirahat di warung si Mpok, begitulah orang-orang biasa menyebutnya, harga makanan yang terjangkau, dan biaya menginap Rp. 50.000,- relatif murah, lumayan untuk tempat kami bermalam. Malam kami lewati dengan canda tawa dan obrolan ringan, sampai akhirnya satu persatu dari kami tertidur.
 
Suasana di Warung si Mpok
Sabtu, 25 Oktober 2014
Pukul 04.30 WIB., Hari pendakian. Kami terbangun oleh suara adzan subuh di Masjid Balai Besar TNGGP. Setelah solat kami melakukan persiapan ulang, cek peralatan yang akan dibawa dalam pendakian, setelah siap kemudian kami sempatkan sarapan pagi.

Pukul 06.30 WIB., Saatnya menyiapkan mental dan fisik. Semua personil dalam keadaan sehat, dengan diawali berdoa bersama pendakian pun dimulai. Sampai di pintu masuk pendakian kami melapor dengan menunjukan Simaksi, barang bawaan kami diperiksa oleh petugas sebagai standar prosedural bagi para pendaki agar tidak membawa barang-barang terlarang selama pendakian. 

Pintu masuk pendakian
Lapor di Pos Pendakian
Setelah selesai kami melanjutkan perjalanan dalam satu kelompok, Heru di posisi paling depan sebagai Leader dan Jaed di belakang sebagai Sweeper. Setelah beberapa ratus meter berjalan salah satu personil kami yaitu Usman mengalami masalah di kakinya, mungkin karena salah tumpuan dan kurang pemanasan kakinya sedikit terkilir, sambil beristirahat Ocoy memberikan perawatan alakadarnya kepada Usman. Setelah kondisi Usman pulih kami lanjutkan perjalanan, perjalanan kami lewati dengan santai, diselangi canda dan tawa, tak lupa kami selingi dengan berfoto karena selama pejalanan pemandangan alam sungguh indah, rapatnya pepohonan ditambah suara burung berkicau dijamin akan membuat suasana pendakaian menjadi nyaman. Trek pendakian pun sudah ditata sedemikian rupa oleh pihak pengelola, trek sangat jelas dan cukup lebar tersusun oleh batu-batu dan disetiap persimpangan terdapat plang penunjuk jalan. Jadi dapat dipastikan, kemungkinan tersesat saat pendakian Gn. Gede pangrango relatif kecil, kecuali kalau kita membuat atau memotong jalur tanpa dibekali dengan kemampuan navigasi yang mumpuni.

Perawatan Kaki Usman oleh Ocoy
Pukul 12.00 WIB., kami sampai di sungai air panas yang tepat berada di pinggir trek pendakian, bahkan alirannya memotong terak pendakian, disini kita harus ekstra hati-hati karena selain jalan yang menyempit dan licin ditambah dengan jurang cukup curam tepat disamping jalan. Sungai air panas ini memnjadi daya tarik tersendiri bagi para pendaki, disini kita dapat beristirahat sambil menyempatkan berendam, dijamin badan akan kembali segar, tenaga yang terkuras akan kembali pulih. Lanjut jalan sekitar setengah jam kemudian kami sampai di Pos Kandang batu, area disini cukup luas untuk dijadikan tempat camp. Setelah beristirahat sejenak kami lanjutkan perjalanan.
 
Sungai Air Panas
Pukul 13.30 WIB., kami sampai di Pos Kandang Badak yang merupakan pos pendakian terakhir sebelum puncak di jalur Cibodas, dari sini kita akan menemukan persimpangan, arah kiri ke Gn. Gede dan kanan ke Gn. Pangrango. Sama seperti di Kandang Batu, selain area disini cukup luas untuk dijadikan tempat camp disini juga terdapat sumber air bersih. Sekitar 1 jam kami beristirahat di Kandang Badak. Mulai tampak raut wajah kelelahan dari kami, sampai ada beberapa orang yang tertidur. Di sini kami sempatkan makan siang dan mengisi ulang persediaan air yang sudah mulai menipis. Kerena waktu yang semakin sore dengan sedikit memaksakan kami lanjutkan perjalanan, karena sesuai dalam management pendakian yang kami buat bahwa kami akan sampai di Alun-alun Suryakencana Pukul 18.00 WIB. Untuk kemudian bermalam.
 
Pos Kandang Badak
Istirahat di Kandang Badak
Pukul 15.30 WIB., tenaga kami hampir habis, trek semakin menanjak dan batu-batu yang tersusun rapi yang sedari tadi kami pijak pun mulai hilang, Vegetasi hutan pun mulai berubah dari pohon-pohon tinggi besar dan lebat kini berganti dengan pohon-pohon khas puncak gunung seperti Cantigi. Ternyata tanpa kami sadari kami mulai memasuki jalur yang disebut oleh kebanyakan orang sebagai “Tanjakan Setan”. Disini kami berjalan cukup lambat, beberapa langkah berjalan kami selingi dengan istirahat. Masalah pun mulai timbul, kami yang sedari tadi berjalan bersama dalam satu kelompok mulai terpencar. Iwan, Dede dan Ocoy yang mungkin masih memiliki tenaga ekstra berjalan paling depan jauh meninggalkan kami. Sementara Abuy dan Andi tertinggal jauh dibelakang kami, bahkan Abuy yang saat itu sudah kehabisan tenaga meminta waktu setengah jam untuk istirahat tidur. Kami mulai khawatir dengan kondisi yang mulai kacau, kondisi kian diperparah dengan mulai turunnya hujan disertai kabut dan udara yang semakin dingin. Takut terjadi sesuatu Heru memutuskan untuk menunggu Abuy dan Andi yang tertinggal dibelakang, sementara Yuli yang ternyata baru pertama kali ini naik gunung terlihat sangat kepayahan sekali, kami pun melanjutka jalan perlahan.
 
Memasuki Jalur Tanjakan Setan
Disinilah mulai timbul masalah yang sebenarnya, dalam situasi mulai gelap disertai hujan, Yuli yang sedari tadi memang sudah kepayahan, mengeluh lemas, pusing dan sakit di lututnya, bahkan Yuli beberapa kali mulai kehilangan kesadarannya. Wajah Yuli mulai pucat telapak tangan dan kaki terasa dingin dan memutih juga denyut nadi yang lemah, sesekali Yuli maracau berbicara sendiri, maka kami simpulkan bahwa Yuli terkena gejala Hypotermia. Dalam kondisi genting kami mencoba untuk tetap tenang, dengan sigap kami membagi tugas, saya, Usman dan Erlan memberikan tindakan perawatan kepada Yuli, Heru menyusul Iwan, Ocoy dan Dede yang sudah jauh di depan untuk kembali kedalam kelompok, sementara Jaed mencari tempat untuk mendirikan Camp darurat, karena memang saat itu sudah tidak mungkin lagi kami menlanjutkan perjalanan.
 
Tanjakan Setan
Pukul 17.30 WIB., dalam area yang terbatas kami dirikan Camp darurat dipinggir jurang yang lumayan curam. 1 tenda kami dirikan terlebih dahulu, Yuli yang kodisinya semakin parah segera dievakuasi kedalam tenda dan diberikan perawatan, untunglah kami yang tergabung dalam komunitas Pecinta Alam mempelajari cara-cara untuk menangani Hypotermia, Dede segera membantu mengganti pakaian Yuli yang basah. Kami berusaha sekuat tenaga menghangatkan dan menyadarkan Yuli, untunglah beberapa saat kemudian Yuli sadar. Setelah sadar kemudian Yuli diberikan makanan dan minuman hangat untuk menambah nutrisi tubuhnya.
 
Mendirikan Tenda Darurat
Sekitar setengah jam kami berada dalam kepanikan karena kondisi Yuli yang kritis, akhirnya berkat usaha dan do’a kondisi Yuli mulai membaik. Personil lain yang kondisinya mulai lemah, Abuy, Dede dan Iwan menyusul beristirahat di dalam tenda yang sama. Mungkin karena rasa lelah yang teramat sangat, Heru dan Usman tertidur di dalam sleeping bag dengan hanya beralas matras dan hanya ditutupi oleh Flyshet. Sementara saya, Ocoy, Elan, Andi dan Jaed saat itu kebingungan mendirikan tenda ke 2 karena tidak ada lagi area yang bisa ditempati. Dalam kebingungan tanpa pikir panjang kami dirikan tenda di tengah-tengah jalan setapak yang lebarnya tidak lebih dari 1,5 meter, terserah lah apa kata pendaki lain yang saat itu jalannya kami tutupi dengan tenda, begitu pikir kami saat itu. Setelah selesai kamipun masuk kedalam tenda mencoba beristirahat.
 
Tenda menutupi jalan
Kurang lebih 1 jam berada dalam tenda saya tak kunjung juga bisa tertidur, selain rasa dingin menusuk tulang meski badan telah diselimuti dengan jaket tebal dan sleeping bag, pikiran saya pun tak bisa lepas dari kawan-kawan lain yang kondisinya lemah. Ocoy dan Jaed pun tampaknya belum juga bisa tidur, maka saat itu kami pun sepakat untuk keluar tenda dan membuat api unggun. Awalnya kami merasa ragu untuk membuat api unggun, karena memang salah satu larangan di kawasan TNGGP adalah membuat api unggun. Tapi saat itu kami memang punya cukup alasan untuk melanggar salah satu aturan yang ada, “demi keselamatan bersama”. Ternyata bukan hal mudah menyalakan api dalam situasi seperti itu, angin kencang, udara dingin dan berkabut, ditambah ranting-ranting pohon yang sedari tadi basah karena hujan. Dengan tubuh menggigil kami tak menyerah, kurang lebih 5 kali kami mencoba menyalakan api menggunakan bantuan kompor spirtus, dengan kesabaran akhirnya api menyala, sungguh saat itu sangat senang hati kami, bagaikan nyawa yang tadinya hanya tinggal setengah, kini bertambah lagi menjadi utuh. Kami segera menghangatkan tubuh, pakaian basah pun segera kami hangatkan dekat api, kawan-kawan lain yang dari tadi tertidur satu-persatu keluar untuk ikut menghangatkan tubuh.


Pukul 24.00 WIB., dirasa cukup mengahangatkan tubuh kami mulai mematikan api, setelah memastikan api mati sampai tak tersisa kami mulai masuk kedalam tenda untuk beristirahat tidur.

Bersambung.....

3 komentar:

  1. Wah ga boleh tuh gan melanggar aturan . Hehehe ...

    BalasHapus
  2. Emang di sana dingin banget ya gan?

    BalasHapus
  3. Gede pangrango dengan ceritanya,
    Lanjutkan ke triple S dan Rinjani kawan.. salam rimba

    BalasHapus