Petualangan, Penyelamatan, Bertahan Hidup, Mistis
BASED ON TRUE STORY
Baca cerita sebelumnya di Part. 1 http://gemapalamaniis.blogspot.co.id/2016_03_01_archive.html
Minggu, 26 Oktober 2014
Pukul 05.30 WIB., pagi hari yang
dingin, kami paksakan untuk bangun meski rasa lelah di tubuh belum terobati dan
rasa kantuk dimata belum juga hilang. Kami memulai sarapan dengan menu
alakadarnya, bahkan mungkin jauh dari cukup, ada yang hanya memakan roti,
minuman sereal, mie rebus, bahkan ada yang hanya minum air putih. Entah kenapa
saat itu kami seperti kurang berselera untuk makan, mungkin karena keadaan
kalut yang kami lewati. Kondisi Yuli sendiri sudah lebih baik, suhu tubuh
normal, denyut nadi normal, meskipun Yuli masih mengeluh sakit di bagian
lututnya, sementara kondisi personil yang lain cukup baik. Setelah selesai kami
segera berkemas, membongkar tenda dan
membersihkan lokasi camp.
Memberikan perawatan sebelum melanjutkan perjalanan |
Pukul 06.30 WIB., diawali dengan
do’a kami kembali melanjutkan pendakian. Kami berjalan lambat perlahan karena
kondisi kaki Yuli yang cedera sehingga harus kami papah. Tidak berapa lama
berjalan ternyata di depan kami telah padat berjejer tenda-tenda para pendaki,
lokasinya sebelum puncak Gede. Sekitar setengah jam berjalan kami mulai
memasuki puncak Gede, disini kita akan berjalan diantara jurang terbuka tanpa
adanya pohon-pohon cantigi yang sebelumnya mendominasi trek yang kami lewati.
Tiba-tiba kami dikagetkan kembali
dengan pingsannya Yuli. Keadaan kembali kalut, tapi kami mencoba untuk tetap
tenang. Kami segera memberikan pertolongan kepada Yuli, sekitar 10 menit
pingsan Yuli dapat disadarkan, kami mencoba menenangkan, memberikan motivasi
untuk menguatkan. Selain merasakan sakit di lututnya, menerut pengakuan Yuli
karena pandangannya yang tertuju pada jurang di kanan dan kiri jalur membuatnya
sangat pusing tak tertahankan. Kami coba kembali memapah Yuli berjalan, tetapi
tidak berapa lama Yuli kembali ambruk kehilangan kesadaran. Maka pada saat itu
dapat kami simpulkan bahwa Yuli mengidap Phobia ketinggian. Sejenak kami
terdiam, tidak tau apa lagi yang harus dilakukan. Puncak Gede sudah kami pijak,
tapi bukan rasa senang yang kami rasakan seperti kebanyakan pendaki lain saat
itu. Muncul sebuah ide dari Ocoy untuk menutup mata Yuli menggunakan masker,
ide yang brilian dan patut dicoba. Hasilnya sangat efektif, Yuli tidak lagi
pingsan meskipun jalannya harus kami papah karena selain mata yang tertutup
juga kakinya yang cedera.
Yuli berjalan dipapah dengan mata ditutup masker |
Pukul 08.00 WIB., Dengan bersusah
payah sampailah kami di persimpangan menuju trek turun ke Alun-alun
Suryakencana. Saat itu Yuli sudah tidak sanggup lagi berjalan, kakinya sudah
mati rasa dan kehabisan energi, sedangakan persediaan air kami habis. Trek yang
curam diantara pohon-pohon Cantigi dari Puncak Gede menuju Alun-alun
Suryakencana berada di depan kami. Kembali bingung, bagaimana cara kami membawa
Yuli turun ke Suryakencana, karena jangankan berjalan di trek curam, untuk
berdiri pun Yuli tak bisa. Kami harus segera mengambil tindakan. Kembali kami
membagi tugas, Heru, Jaed dan Erlan turun terlebih dahulu ke Alun-alun
Suryakencana untuk membut Camp, mencari air dan menyiapkan makanan. Sementara
Saya, Ocoy, Usman, Iwan dan Andi akan bergantian menggendong Yuli turun ke
Suryakencana.
Menggendong Yuli turun dari puncak Gede ke Suryakencana |
Sebetulnya resiko yang sangat
besar membawa seorang korban atau pisien menuruni jalur curam dengan cara
digendong, cara terbaik adalah dengan menggunakan tandu. Tapi saat itu kami
berada dalam keadaan tidak mungkin untuk menyiapkan atau membuat tandu.
Mulailah kami menggendong Yuli bergantian, sesekali kami berhenti, beristirahat
dan memberikan perawatan dengan mengurut lutut Yuli. Sering kali pendaki lain
yang bersimpatik memberikan bantuan dengan memberi perawatan atau hanya sekedar
memberikan air minum.
Pukul 09.30 WIB., akhirnya sampai
juga di Alun-alun Suryakencana. Yuli segera di evakuasi kedalam tenda yang
telah disiapkan lalu kemudian diberikan perawatan. Makanan juga telah
disipakan, kami pun makan dengan menu sederhana alakadarnya. Cukup lama kami
beristirahat di Alun-alun Suryakencana. Memastikan tenaga kami benar-benar
pulih untuk melanjutkan perjalanan pulang, terutama memulihkan kondisi Yuli
yang lemah.
Beristirahat di Suryakencana |
Ternyata memang sungguh indah Alun-alun
Suryakencana, padang terbuka ditumbuhi bunga Edelweis yang entah berapa puluh
hektare luasnya. Beberapa dari kami tidak kuasa melewatkan keindahan Alun-alun
suryakencana, berjalan-jalan dan berfoto, mencoba sejenak melupakan kondisi
genting yang kami alami, rasa lelah pun sedikit terobati.
Sekitar 3 jam kami berada di
Alun-alun Suryakencana, kami harus segera bergegas melanjutkan perjalanan
pulang, tidak mungkin lagi kami berlama-lama beristirahat. Setelah mengisi
persediaan air, membongkar tenda, packing barang dan membersikan lokasi camp,
kamipun bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan.
Pukul 12.30 WIB., kami mulai
melanjutkan perjalanan. Kondisi Yuli yang tidak banyak mengalami perubahan
membuatnya kembali harus kami papah dalam berjalan. Sekitar 2 Km kami berjalan
menyusuri lembah Suryakencana dengan kondisi jalan yang datar sehingga kami
tidak terlalu kesulitan dalam memapah Yuli. Beberapa saat kemudian kondisi
jalan mulai berubah menurun curam menuju ke Gunung Putri. Kembali kami berada
dalam kesulitan, kondisi Yuli semakin memburuk, kini Yuli tidak sanggup lagi
untuk berjalan. Kami kembali mencoba menggendong Yuli bergantian. Situasi
semakin buruk, kami yang sudah sama-sama kehabisan tenaga, ditambah kondisi
trek turun yang semakin curam sangat menyulitkan kami. Akhirnya diputuskan
untuk membuat tandu, meskipun kami cukup kesulitan membuat tandu karena keterbatasan
alat dan bahan.
Setelah tandu darurat jadi 4
orang dari kami segera menggotong Yuli. Meskipun kali ini beban terasa lebih
ringan karena terbagi 4, bukan perkara mudah membawa korban menggunakan tandu
melintasi jalur curam, licin dan sempit, ditambah lagi hujan yang mulai turun
rintik-rintik. Kami berjalan lambat sekali memastikan tandu tidak terjatuh.
Sekitar 3 jam kami berjalan pelan menuruni jalur menuju Gunung Putri dengan
tenaga yang hampir habis.
Pukul, 17.30 WIB., kami sampai di
shelter peristirahatan, bangunan yang sengaja dibangun oleh pihak pengelola
untuk beristirahat para pendaki. Hari sudah mulai gelap, raut kelelahan
diwajah-wajah kami sudah tak dapat lagi disembunyikan, tak ada lagi canda tawa
keceriaan yang biasanya selalu menyertai kebersamaan kami, tapi kami selalu menyadari,
bahwa untuk situasi seperti ini lah kami dilatih, dan sesulit apapun atau
separah apapun keadaannya kami tau bahwa ini lah salah satu konsekuensi dari naik
gunung.
Di shelter ini kami beristirahat
cukup lama, selain menunggu reda hujan yang turun makin lebat, memulihkan
tenaga, kamipun menyempatkan mengisi perut dengan sisa-sisa logistik yang
hampir habis. Kondisi Yuli makin lemah, semua upaya telah dilakukan, kami
merawat dan tak henti-henti memberikan motivasi kepada Yuli supaya bisa kuat.
Pukul, 18.30 WIB., Tak mungkin
beristirahat lebih lama lagi kami putuskan untuk bergegas melanjutkan
perjalanan. Hujan sudah mulai reda, Yuli kembali ditandu, kami kembali berjalan
perlahan menuruni jalur menuju Gunung Putri. Trek yang kami lewati semakin sulit,
beberapa kali diantara kami jatuh terpeleset. Meski dalam keadaan lelah kami
tetap optimis dan saling menguatkan, sesekali kami isi perjalanan dengan
candaan-candaan untuk sedikit mencairkan suasana. Sekitar 1 jam kemudian kami
kembali panik, Yuli yang selama perjalanan tadi masih bisa kami ajak komunikasi
kini tidak sedikitpun merespon saat kami panggil. Ternyata Yuli kembali
kehilangan kesadarannya, wajah Yuli pucat dan denyut nadinya lemah. Sekuat
tenaga kami kembali berusa untuk menyadarkan Yuli, segala cara kami lakukan
hingga akhirnya Yuli terbangun.
Mulai dari sini
kejanggalan-kejanggalan terjadi, setelah terbangun dari pingsan gelagat Yuli
menjadi aneh, sambil tersenyum sinis dan mata melotot Yuli memandang kami satu
persatu seakan meledek kami yang sudah sangat kepayahan. Sambil tertawa Yuli
berkata “Beurat nyah siah ngagandong aing?” (berat kan menggendong saya?),
“Hayu buru maju deui, aing hayang balik!” (ayo cepat jalan lagi, saya mau
pulang!). kami semua kaget mendengar kata-kata kasar yang Yuli ucapkan. Selain
kondisi badan yang lemah dan cedera tidak ada tanda-tanda Yuli terserang
hypotermia, maka saat itu kami sepakat menyimpulkan bahwa Yuli telah
kerasukan!. Heru mencoba sekuat tenaga menyadarkan Yuli, kami pun membantu
sebisa mungkin dengan membaca surat-surat/ayat-ayat Al-Quran. Beberapa saaat
Yuli dapat disadarkan, tetapi tidak lama kembali kerasukan. Kami sangat
kewalahan mengontro Yuli, Yuli memaksa untuk segera melanjutkan perjalanan
turun.
Pukul 19.30 WIB., Dalam keadaan
yang semakin tidak menentu kami segera mengambil tindakan. Saya dan Usman
memutuskan untuk turun terlebih dahulu ke Pos pintu masuk pendakian Gunung
Putri untuk meminta bantuan evakuasi, sementara yang lain tetap mendampingi
Yuli.
Meninggalan rombongan saya dan
Usman mulai berjalan turun dengan berlari tanpa henti, beberapa kali kami harus
jatuh terpelesaet. Anehnya kami sama sekali tidak merasakan cape ataupu haus,
saya sendiri merasakan pada saat itu seperti ada yang menyertai kami dan terus
mendorong untuk berlari. Suara-suara aneh yang saya yakini bukan bersal dari
hewan ataupun manusia sering kali terdengar, membuat bulu kuduk merinding.
Entah itu nyata atau hanya halusinasi sedikitpun tidak kami hiraukan, yang ada
di fiiran kami saat itu hanya untuk secepat mungkin sampai di Pos pintu masuk
pendakian dan segera meminta bantuan. Entah berapa puluh rombongan pendaki yang
sama-sama akan turun yang kami salip, ataupun berpapasan dengan yang baru akan
naik.
Pukul 20.30 WIB., setelah berlari
tanpa henti saya dan Usman sampai di Pos pintu masuk pendakian Gunung Putri. Pos
yang berbentuk rumah berbahan bambu dan kayu, dengan beberapa ruangan di
dalamnya, cukup luas. Disi tampak hiruk-pikuk para pendaki baik yang baru akan
naik maupun yang baru turun. Segera kami
melapor kepada petugas, sedetail mungkin saya menjelaskan mulai dari kondisi
Yuli, kondisi personil lain, maupun kronologis perjalanan kami. Setelah selesai
memberikan laporan segera Ranger disiapkan untuk evakuasi, saya dan Usman
dipersilahkan untuk beristirahat. Dalam keadaan harap-harap cemas saya dan
Usman menunggu sambil beristirahat di depan pos pintu masuk pendakian, kini
baru terasa tenaga kami sudah benar-benar habis setelah 1 jam berlari tanpa
henti. Hujan lebat kembali turun, membuat saya dan Usman semakin cemas akan
kondisi kawan-kawan lain, saya dan Usman hanya bisa ber do’a.
Pukul 21.00 WIB., Yuli didampingi
Heru, Ocoy, Andi dan Dede samapai di pos Gunung Putri. Saya dan Usman, bahkan
Ranger yang telah siap untuk naik mengevakuasi dibuat kaget dan heran,
bagaimana mungkin Yuli yang dalam keadaan cedera dan kondisi badan yang lemah
bisa secepat ini samapai, hanya berselang setengah jam dari kedatangan saya dan
Usman. Yuli segera dibawa masuk kedalam, ternyata Yuli masih dalam keadaan
kerasukan. Para petugas segera menangani dan memberikan pertolongan. “Pang
anteurkeun siah ! Incu aing hayang balik !” (tolong diantarkan ! Cucu saya mau
pulang !). Yuli kembali meracau sambil berontak. Kami segera memegangi, dan
petugas mencoba menyadarkan Yuli. Beberapa saat kemdian sosok yang merasuki
Yuli dapat dikeluarkan, Yuli terkulai lemas, segera Yuli diberikan minuman teh
hangat.
Meski Yuli telah mendapatkan
penanganan dan kodisinya mulai membaik, kami masih cemas. Sekitar 1 jam kami
berada di Pos, Jaed, Iwan, Abuy dan Elan belum juga sampai. Ternyata kelompok
yang tadi saya dan Usman tinggalkan turun terpisah lagi menjadi 2. Beberapa
kali kami mencoba telepon tidaka juga tersambung, mungkin karena tidak adanya
sinyal atau karena kehabisan batre. Saya sempat berfikir untuk kembali mendaki
menyusul kawan-kawan yang masih tertinggal, apa lagi setelah mendengar
keterangan dari kawan-kawan yang baru datang bahwa ke 4 orang kawan kami yang
masih tertinggal kondisinya lemah. Kami mencoba terus mencari tahu keberadaan
ke 4 kawan kami dengan bertanya kepada para pendaki lain yang baru tiba di Pos,
tapi tak ada satupun dari mereka yang mengetahui.
Samapi beberapa saat kemudian
tiba-tiba HP saya berbunyi, ternyata telepon
dari Abuy. Segera saya bertanya tentang posisi dan kondisinya. Sungguh diluar
dugaan, ternyata Abuy dan ke 3 kawan lainnya telah berada di tempat parkir
kendaraan Gunng Putri (sekitar 15 menit berjalan kaki turun dari Pos Pendakian
menuju tempat parkir). Disini keanehan kembali terjadi, bahkan saya dan Abuy
sempat sedikit berdebat di telepon, kenapa mereka sampai meninggalkan kami yang
dari tadi sangat cemas menunggu mereka di Pos pintu masuk, tapi Abuy punya
argumen bahwa dia dan ke 3 kawan lain pun sempat singgah di Pos pintu masuk
untuk mencari kami, tapi sama sekali tidak melihat keberadaan kami, dan
berfikir bahwa kami yang telah meninggalkan mereka. Tapi lepas dari keanehan
yang lagi-lagi terjadi kami bersyukur bahwa keadaan semua personil baik-baik
saja.
Pukul 22.00 WIB., kami
meninggalkan Pos pintu masuk pendakian Gunung Putri, menyusul ke 4 kawan kami
yang telah berada di tempat parkir. Kondisi Yuli lebih baik meskipun harus
bejalan perlahan dan tetap kami papah. Di tempat parkir kami sempatkan dulu
untuk mengisi perut di salah satu warung makan sambil menunggu angkot carteran
yang akan kami tumpangi ke Cibodas untuk mengambil kendaraan kami.
Pukul 22.30 WIB., kami sampai di
Cibodas. Ada perasaan lega dan haru dihati kami setelah melewati masa-masa
sulit selama pendakian. Sungguh pelajaran yang teramat sangat berharga bagi
kami, karena bukan hanya sekedar
ketangguhan fisik, tetap juga mental, kesabaran, semangat, kekompakan,
kesetiakawanan dan kepasrahan kami diuji.
Pukul 23.00 WIB., setelah
mengurus pembayaran parkir kendaraan kami melanjutkan perjalanan pulang.
Sekitar 3 jam berkendara akhirnya kami sampai dirumah dengan selamat untuk kemudian
beristirahat, melanjutkan aktifitas dan rutinitas sehari-hari, dan tentu saja
untuk lebih mensyukuri nikmat Allah SWT. Karena betapa sebuah Pendakian akan
memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada kita, apa bila kita bisa
memaknainya.
Sekian...
Sekian...